Kisah Inspiratif Meuthia – Kebahagiaan Bisa Diraih dengan Perjuangan

Ada buku baru yang diluncurkan oleh penulis kaliber Alberthiene Endah. Buku ini bercerita tentang kisah hidup Meuthia Rizki (42), judulnya “Memeluk Mimpi Mendayung Harapan”. Rasanya layak kita baca sebagai inspirasi.
Isinya tentang jalan hidup Meuthia. Alberthiene Endah merangkum kisah dan perjuangan Meuthia melawan perasaan kecil, terpuruk, dan tersudut akibat berbagai kekurangan dan ketidakberuntungan dalam hidupnya.

Selain memiliki masa kecil yang suram, Meuthia juga pernah menderita gagap,  dan mengalami peristiwa-peristiwa pahit. Tapi tekadnya yang besar untuk memperbaiki hidupnya membuatnya terus mencari peluang menuju kehidupan yang bercahaya.

Meuthia Rizki kini memegang peringkat 4 besar nasional sebagai top leader Oriflame. Ia telah menginspirasi dan berkontribusi memperbaiki hidup ribuan perempuan Indonesia.

Bukan berarti ini promosi soal perusahaan Multi Level Marketing itu, loh. Tapi kita bisa belajar bagaimana semangat untuk menyingkirkan segela kelemahan, lalu mengisinya dengan tekad untuk maju.

“Hidup meminta kita untuk belajar mengapresiasi atas apa yang kita jalani,” kata Meuthi  Rizki di acara peluncuran bukunya itu di The One Club, Plaza FX, Jakarta.

Ya, hidup memang tidak akan pernah berhenti dari persoalan. Itulah fakta yang  harus diresapi sebelum kita berpikir tentang kebahagiaan. Tak ada bahagia yang berdiri di atas kondisi serba sempurna. Yang ada, bahagia yang bisa  dibangun dari rasa syukur atas kondisi-kondisi yang ada, yaitu susah dan senang.

Coba baca puisi berikut yang ada dalam buku:

Aku menjadi percaya

bahwa harapan dalam

hidup adalah perahu yang

tidak mustahil

menemukan pelabuhan.

Keyakinan untuk bisa

menyelesaikan persoalan

harus dipelihara dengan kuat.

Jalan menuju penyelesaian masalah

adalah kehendak Tuhan.

Jika manusia percaya

dan tetap bersemangat,

pelabuhan itu akan terlihat.

 

Sumber:
bukabuku
pikiran-rakyat

Buku: Menyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam

Seperti apakah dunia masa kini memandang negara-negara Islam, stigma teroris dan kekerasankah, atau sumber tambang yang harus dikuasai? Apa pun itu, dalam catatan sejarah menunjukkan tempat di mana Islam pernah menjejak, jadi bukti betapa masif dan luasnya ajaran Nabi Muhammad S.A.W ini.
 
Tak sekadar luas, bangsa-bangsa Islam juga pernah merasakan “golden age”, baik dari segi kekuasaan pun pusat ilmu dunia. Kisah ini menjadi benang merah buku “Menyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam” terbitan Harian Republika. 26 kota di seantero dunia jadi pusat perhatian tim penulis: Heri Ruslan, Desy Susilawati, Dyah Meta Ratna Meta Novi, Ferry Kisihandi, Muhammad Subarkah, dan Syahruddin El-Fikri.
 
Dengan enam penulis yang berlabel “jurnalis” tentunya akurasi isi dan kenikmatan membaca tak perlu dipermasalahkan lagi. Mereka sungguh handal memilih judul yang menarik. “Cordoba: Firdaus yang Hilang”, atau “Kosovo: Kembalinya Bangsa yang Hilang”, dan “Yordania: Negeri Penjaga Masjid Al-Aqsa”. Itu contohnya, begitu khas dengan feature.
 
Demikian pula isinya. Banyak hal menarik –bahkan mungkin belum tahu– yang bisa menyadarkan kita betapa besarnya Islam (masa itu). Puluhan cendikiawan, penemu bertebaran menjadi acuan dunia. Siapa tak mengakui sang Bapak Aljabar Al-Khawarizmi, dan ternyata ia datang dari Aleppo, Suriah. Nama yang asing di telinga? Padahal Aleppo salah satu kota tertua dalam sejarah manusia.
 
Atau ingin tahu seperti apa Islam di Tibet dan Islam telah ‘menemukan’ Amerika sebelum Columbus? 234 halaman isi sungguh penuh ilmu di dalamnya. 
Namun sebagai pertimbangan, setelah melahap buku ini, tanyalah ke dalam diri, “Apa yang terjadi dengan bangsa Islam kini, ke mana Kecendikiaan itu pergi berganti kisruh di Timur Tengah yang seolah tak berujung? Atau semoga justru timbul semangat untuk mengembalikan kejayaan itu. Semoga terinspirasi…
Sumber: rumahbacaonline.com

Dari Jualan Kursi Hingga Dua Kali Mendapatkan Kursi

Tahun 2005 silam ada survey di Solo. Hasilnya: Mayoritas warga Solo ingin pedagang kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota disingkirkan. Keinginan warga Solo ini beralasan, sebab tiga walikota sebelumnya angkat tangan dengan masalah ini.
Boyongan PKL dengan kirab di Solo
Jokowi – saat itu baru dilantik jadi walikota, membuat strategi untuk meluluhkan hati para pedagang kaki lima. Ia tidak mau mengerahkan Satpol PP karena nantinya berbuntut kericuhan.
Koordinator pedagang dari 989 pedagang di Banjarsari diundang makan siang di Loji Gandrung, rumah dinas walikota. Proses lobi ini ternyata tidak cukup sekali, melainkan Jokowi (yang juga pengusaha eksportir mebel selama 18 tahun) harus melakukan hingga 54 kali lobi.
Akhirnya para pedagang mau pindah asal tidak kehilangan pembeli. Jokowi pun membantu mengiklankan lokasi baru selama empat bulan di televisi dan media lokal. Tak cukup itu saja, ia juga memperlebar jalan akses ke sana dan membuat trayek baru angkutan kota.
Hal ini merupakan cerminan keberhasilan Jokowi menjadi Walikota Solo. 
Jokowi menyetir mobil Esemka ke Jakarta
Namun, ada pula kisah “belum berhasil” sang Walikota tersebut. Yakni terjadi saat mobil Kiat Esemka diluncurkan. Banyak tokoh mengkritik dan menyepelekan karya anak-anak SMK Solo tersebut.
Jokowi tetap pada pendiriannya untuk mendukung, yang penting adalah kebanggaan pada hasil karya anak negeri. Maka, ia pun mengendarai sendiri mobil Esemka ke Jakarta untuk uji emisi. Meski dilanda kritik bahwa Jokowi hanya ingin mencari popularitas, ia tak peduli.
Ternyata Esemka tak lolos uji emisi. Jokowi akhirnya membesarkan hati anak-anak SMK Solo untuk tidak putus asa, dan melakukan perbaikan agar kelak mobil ini mendapat pengakuan.
Itulah karakter seorang pemimpin, menjaga semangat rakyatnya agar terus menyala.
Semua kisah di atas adalah nukilan buku “Jokowi Dari Jualan Kursi Hingga Dua Kali Mendapatkan Kursi” karya Zenuddin HM, yang baru rilis bulan Maret 2012 ini.
Bisa jadi, peluncuran buku yang bertepatan dengan gonjang-ganjing Pemilukada DKI Jakarta merupakan langkah menarik simpati masyarakat Jakarta. Entah, kami pun tidak mau ikut terlibat dengan masalah ini.
Yang pasti, buku ini menceritakan seorang tokoh, seorang pemimpin yang benar-benar berusaha menjadi pemimpin yang baik dan dicintai rakyatnya. Tanpa tangan besi, tanpa unjuk kuasa. Hal ini sudah sangat, dan sangat langka di Indonesia, bukan?

Sumber:

Harian Seputar Indonesia
http://www.kutukutubuku.com/
http://dniell.com/
Forum.detik.com