Gemar Setubuhi Binatang, Pria Portugal Dibunuh

Keterlaluan! Tidak normal! Mungkin itulah kecaman yang akan Anda lontarkan untuk kebiasaan buruk Jaime Pires (68). Pasalnya, warga sebuah desa di kota Proenca-a-Velha, Portugal, tersebut gemar menyetubuhi hewan ternak, sehingga bukan hanya dijuluki “Janime Domba’, tapi juga dibunuh pemilik ternak yang menjadi korbannya.

Seperti dikutip dari laman The Sun edisi Jumat (29/10/2010), Jaime sebenarnya sempat minggat dari desanya karena warga di desa itu sangat muak terhadapnya, namun entah mengapa dia kembali lagi, dan kali ini nasibnya apes. Ketika melihat Russo, keledai betina milik Jose Gomes Pinto (55), tetangganya, dia tergoda. Tanpa pikir panjang, Jaime pun menggarap binatang mirip kuda kecil itu di kandang pemiliknya, tapi kepergok Pinto. Bukan main emosinya sang tetangga melihat tabiat buruk Jaime. Lelaki bejad itu ditikam dengan pisau cukur hingga bersimbah darah dan tewas, dan Pinto harus berurusan dengan hukum.
Saat disidang, Pinto membela diri dengan mengatakan, dia kalap membunuh Jaime demi mengamankan ternaknya dari keberingasan dan perilaku bejat Jaime. Sejumlah warga yang dihadirkan sebagai saksi, membenarkan kalau Jaime memang suka menyetubuhi ternak, dan hobi tak normal ini sudah berlangsung sejak 12 tahun silam. Beberapa warga bahkan pernah memergoki Jaime sedang menyetubuhi ayam, domba, keledai dan hewan lain.
Wali Kota Proenca-a-Velha, Francisco Silva, menilai pembunuhan itu sangat menyedihkan. Walau begitu, Wali Kota juga heran mengapa ada pria yang keranjingan terhadap binatang.

Gempa Kembali Guncang Mentawai

Belum tuntas penanganan bencana akibat gempa berkekuatan 7,2 pada skala Ritcher (SR) yang disusul gelombang tsunami yang melanda Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada Senin (25/10/2010) pukul 21.42 WIB, kabupaten itu kembali diguncang gempa, Sabtu (30/10/2010) pukul 01.05 WIB.

Seperti dikabarkan Detik.com, menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa berkekuatan 5,1 SR tersebut berpusat di 108 Km barat daya Kecamatan Pagai Selatan dengan berkoordinat 3.45 lintang selatan (LS ) – 99.42 bujur timur (BT). Gempa terjadi pada kedalaman 27 km. Gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Sementara itu, terkait gempa dan tsunami pada Senin lalu, hingga kini jumlah tewas akibat akibat bencana ini mencapai 413 orang meninggal, sementara yang masih hilang sebanyak 298 hilang. Selain itu, 270 Orang luka berat, 162 luka ringan, dan 12.935 orang terpaksa hidup di barak-barak pengungsian karena rumah mereka hancur dan rata dengan tanah akibat sapuan gelombang tsunami.
Kepada Media Indonesia, Rohana Manaloppa (21), warga Desa Maonai, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Mentawai, yang menjadi salah seorang korban selamat, bercerita, ketika gempa berkekuatan 7,2 SR mengguncang, guncangan yang dirasakan memang tidak sehebat guncangan gempa pada 12 September 2007 yang berkekuatan 8,4 SR.
“Waktu itu kami memang sempat kaget juga, tapi kemudian ada yang kembali tidur. Kami sama sekali tak menyangka ada tsunami,” katanya.
Bersama kakak-kakaknya, Ermelita Triana, Yudi Suriata, dan Ilderita Foranja, Ana, demikian gadis itu disapa, kembali melanjutkan bersantai di dalam rumah sambil bercanda.
Sekitar 10 menit setelah gempa, tiba-tiba terdengar bunyi bergemuruh dari arah pantai. Semula kami menyangka itu pesawat terbang. Karena heran, saya dan Kak Ita (Ilderita), pergi ke luar rumah untuk melihat pantai,” imbuhnya.
Begitu pintu depan dibuka, Ana dan Ita kaget karena ombak setinggi 8 meter tengah bergerak ke arah mereka sambil menghantam beberapa rumah di depan rumahnya.
“Kami langsung berlari ke arah bukit. Kami terpisah,” imbuh Ana lagi.
Malang tak dapat ditolak dan untuk tak dapat diraih, gelombang tsunami yang dahsyat menggulung mereka dan semua yang ada di sekitarnya. Ita yang berusaha berpegangan pada bangunan gereja, dihempas gelombang ke tepi bukit. Begitupula Ana. Setelah tsunami berlalu, surut kembali ke laut, keduanya mengungsi. Kejadian ini membuat Ana kehilangan kedua kakaknya yang lain, Ermelita dan Yudi, yang tak sempat menyelamatkan diri, serta kedua orangtuanya yang saat kejadian sedang berkunjung ke rumah famili di Dusun Purourougat yang juga diterjang tsunami.
Sampai sekarang, setiap malam saya masih belum bisa tidur karena kejadian itu terbayang-bayang di depan mana,” kata Ana lagi seraya berlinangan air mata.
Di Dusun Purourougat, Hormat Sitalsaogo (71), hanya dapat termenung dengan mata berkaca-kaca seraya bertopang pada tongkatnya, karena banyak sekali kerabat kakek ini yang tewas diterjang tsunami. Bahkan dusunnya hancur total karena dikikis gelombang laut pembunuh itu.

15 Gunung Berapi Memasuki Siklus Letusan

Jumlah gunung berapi di Indonesia yang mengalami peningkatan status dari aktif normal menjadi ‘Waspada’, menjadi 15. Kawasan wisata yang ada di sekitar gunung-gunung itupun harus ditutup, karena membahayakan keselamatan pengunjungnya.

Seperti diberitakan Media Indonesia, Sabtu (30/10/2010), 15 gunung yang mengalami peningkatan status adalah Gunung Papandayan (Jawa Barat), Anak Krakatau (Banten), Kerinci (Jambi), Talang (Sumatera Barat), Dieng (Jawa Tengah), Slamet (Jawa Tengah), Rinjani (Flores), Rokatenda (Flores), Bromo (Jawa Timur), Soputan (MInahasa), Lukuno (Almahera), Gamalama (Ternate), Karengetang (Sulawesi Utara), Egon (Flores), dan satu gunung lagi di Papua.
Sementara sebelumnya, Jumat (29/10/2010), VIVAnews mengabarkan, gunung yang mengalami peningkatan status ada delapan, yakni Gunung Sinabung (Sumatera Utara), Talang (Sumatera Barat), Anak Krakatau (Lampung), Papandayan (Jawa Barat), Slamet (Jawa Tengah), Dieng (Jawa Tengah), Semeru (Jawa Timur), dan Bromo (Jawa Timur). Berita selengkapnya, KLIK DI SINI.
Terkait meningkatnya status 15 gunungu, seperti dikutip Media Indonesia, Peneliti Badan Geologi Bandung, Igan Sutawijaya, menjelaskan, gunung-gunung itu memiliki siklus erupsi empat hingga delapan tahun, dan saat ini gunung-gunnung itu telah tiba pada siklusnya.
“Saat tiba pada siklusnya, mereka mengeluarkan energi berupa letusan,” katanya.
Jumat (29/10/2010), Badan Geologi Bandung telah meminta Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, untuk menutup lokasi wisata di sekitar Gunung Papandayan. Apalagi karena gunung itu sempat menimbulkan gempa berkekuatan 4,5 pada skala Ritcher (SR).
“Aktivitas Papandayan terus meningkat. Salah satu indikasinya adalah, terjadinya letusan freatik disertai munculnya uap panas dan gas beracun. Juga gempa vulkanik dan tektonik,” jelas Kepala Badan Geologi Bandung, R. Sukhyar.
Diakui, peningkatan aktivitas Papandayan dapat membahayakan wisatawan yang berkunjung ke lokasi di sekitar gunung itu, karena pengelola harus menutup lokasi itu.
Di sisi lain, peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau tercatat pada seismograf di pos pemantau Desa Pasauran, Serang, Banten. Alat itu mencatat adanya gempa vulkanik rata-rata sebanyak 300 kali per hari di gunung yang berada di Selat Sunda tersebut. Gunung itu bahkan juga mengeluarkan gumpalan asap setinggi 400-700 meter. Petugas pemantau, Anton Pambudi, bahkan meminta warga Banten agar waspada, karena Anak Krakatau telah membentuk kawah baru di sebelah barat daya kawah lama yang meletus pada 28 Oktober 2008.
Di sisi lain, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, telah meminta warga di lereng Gunung Rokatenda dan Egon di Kabupaten Sikka, Flores, agar tidak panik meski kedua gunung itu mengalami peningkatan aktifitas. Tapi dia meminta agar warga mengikuti perkembangan gunung-gunung itu dan taat jiki diperintahkan mengungsi.

Merapi Meletus Lagi

Seperti telah diperkirakan sebelumnya, Gunung Merapi yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah meletus kembali, Sabtu (30/10/2010) sekitar pukul 00.40 WIB, dengan disertai ledakan keras dan semburan abu vulkanik.

Seperti dikutip Detik.com, Shocker, seorang relawan musibah gunung Merapi yang juga seorang pecinta alam, menuturkan, saat erupsi terjadi, mula-mula kawah Merapi menyemburkan asap putih yang membuat seluruh puncaknya tertutup awan itu. Kemudian menyembur asap hitam yang langsung menenggelamkan asap putih tersebut, dan membuat langit yang masih diselubungi kegelapan malam, menjadi semakin pekat. Lalu lava pijar meleleh dari kawah, dan tak lama kemudian terdengar ledakan yang teramat keras, bergemuruh seperti halilintar, dan berkali-kali.
Letusan kedua Merapi ini membuat wilayah di sekitarnya, yaitu Yogyakarta dan Klaten (Jawa Tengah), mengalami hujan abu vulkanik, sama seperti ketika Merapi meletus pertama kali pada Selasa (26/10/2010) pukul 17.02. Hujan abu yang mencakup area seluas 20 km dari gunung Merapi ini baru mereda sekitar pukul 04.00 seiring dengan menurunnya kembali aktivitas gunung berapi setinggi 2.914 meter dari permukaan laut yang paling aktif di Pulau Jawa tersebut.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, kepada VIVAnews mengatakan, ledakan yang dikeluarkan Merapi saat meletus kali ini memang besar, dan belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ketinggian awan hitam yang dimuntahkannya mencapai 3,5 km,” imbuhnya.
Letusan kedua Merapi ini membuat warga di sekitarnya kembali panik. Warga yang mengungsi di Desa Selo, Klaten, Jawa Tengah, dan di Desa Umbulharjo, Sleman, Yogyakarta, bahkan harus dievakuasi ke lokasi yang lebih jauh dari Merapi. Dalam sekejap, jalan-jalan di kawasan Klaten dan Yogyakarta menjadi hiruk pikuk oleh para pengungsi yang berusaha menyelamatkan diri dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat. Derasnya muntahan abu vulkanik Merapi membuat jalan-jalan di dua wilayah itu tertutup debu bercanpur pasir hingga ketebalan sekitar 2 cm. Petugas relawan dan TIM SAR kembali membagi-bagikan masker guna mencegah werga menghirup debu yang berbahaya bagi kesehatan tersebut.
Surono menambahkan, letusan kedua Merapi ini kemungkinan belum menghentikan aktivitas vulkanik gunung itu, sebelum semua energi yang disimpan gunung itu sejak meletus terakhir pada 2006, belum habis dikeluarkan.

Merapi Kembali Muntahkan Wedhus Gembel

Untuk ketiga kalinya Gunung Merapi kembali memuntahkan awan panas piroklastik, Jumat (29/10/2010), pukul 11.35 WIB. Bahkan muntahan awan yang oleh warga setempat disebut wedhus gembel tersebut disertai genpa berkekuatan 3,2 pada skala Ritcher (SR). Muntahan awan dengan suhu mencapai 800 derjat celcius ini membuat warga Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, yang bermukim di lereng selatan gunung itu ketakutan dan minta dievakuasi.

Merapi pertama kali memuntahkan wedhus gembel pada pukul 05.30 WIB, kedua pukul 06.10 WIB. Muntahan wedhus gembel yang pertama kecil, sementara kedua cukup besar, namun awan panas dengan kecepatan luncur dapat mencapai 200 km/jam ini hanya mencapai jarak  2 km dari puncak Merapi, tidak mencapai permukiman warga, sehingga tidak membahayakan.
Namun luncuran wedhus gembel pada pukul 11.35 WIB, seperti di beritakan Kompas.com, sangat besar, meski hanya meluncur sejauh 1,4 km dari puncak gunung, menuju arah barat. Luncuran ini juga disertai gempa bumi berkekuatan 3,2 SR dan guguran lava. Gempa berpusat di darat dengan pusat episentrum 15 km tenggara Bantul dengan kedalaman 10 Km, berada di 7,99 Lintang Selatan dan 110,42 Bujur Timur.
“Luncuran awan panas itu tidak terpantau karena tertutup awan mendung, namun dapat dilihat dari Klaten,” ujar Yongki, anggota Badan SAR Nasional (Basarnas). Karena meluncur ke arah barat, awan mematikan itu dipastikan menuju Kali Krasak dan Kali Adem.
Luncuran awan panas Merapi yang bertubi-tubi ini membuat warga Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang berada di lereng gunung itu, ketakutan, sehingga kembali minta dievakuasi ke barak-barak pengungsian. Jumlah warga yang dievakuasi, menurut Media Indonesia online, mencapai ratusan orang. Mereka penduduk tiga desa yang masuk kawasan rawan bencana (KRB) III erupsi Merapi, yaitu Tegalmulyo, Sidorejo, dan Balerante. Evakuasi dilaksanakan oleh tim SAR dibantu aparat gabungan dari TNI dan Polri.
“Yang dievakuasi adalah warga pengungsi juga yang setiap hari pulang untuk mencari pakan ternak. Mereka terpaksa pulang dari pengungsian karena ternak tidak ada yang mengurus,” kata Kepala Sub Bidang Potensi Linmas Badan Kesbangpol dan Linmas Klaten Joko Rukminto.
Setiap pagi pengungsi pulang ke rumah masing-masing untuk mencari rumput sebagai pakan ternak mereka. Jumlah mereka, menurut Joko, sekitar 1.500 orang atau 30% dari jumlah pengungsi yang tercatat 5.308 jiwa. Tetapi, pada sore hari mereka kembali ke pengungsian.
Ngadinah, 70, salah satu warga Dukuh Karang, Desa Sidorejo, saat Merapi meletus lagi, warga sedang beraktivitas mencari pakan ternak. “Kami berteriak ketakutan ketika puncak gunung menyemburkan api,” ujarnya setelah turun dari truk yang mengevakuasinya ke pengungsian.

8 Gunung Berstatus Waspada

Belum reda tiga bencana besar yang melanda Indonesia, yakni banjir bandang di Wasior, Papua; gempa dan tsunami di Mentawai; dan letusan Gunung Merapi, Indonesia harus bersiap menghadapi kemungkinan datangnya bencana besar yang lain; letusan lebih dari satu gunung!

Seperti dikutip dari laman VIVAnews, Jumat (29/10/2010), saat ini Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMGB) Kementerian ESDM telah menetapkan delapan gunung api di Pulau Sumatera dan Jawa dalam status Waspada. Pasalnya, gunung-gunung ini menunjukkan aktivitas vulkanik yang cukup signifikan, sehingga siapapun dilarang untuk mendekati kawahnya.
“Status waspada kita berikan karena kawah gunung-gunung itu tidak dalam kondisi aman untuk didekati,” tegas Kepala Sub Bidang Pengamatan Gunung Api PVMBG Agus Budianto.
Kedelapan gunung dimaksud adalah Gunung Sinabung (Sumatera Utara), Talang (Sumatera Barat), Anak Krakatau (Lampung), Papandayan (Jawa Barat), Slamet (Jawa Tengah), Dieng (Jawa Tengah), Semeru (Jawa Timur), dan Bromo (Jawa Timur).
“Anak Krakatau kerap mengeluarkan lava pijar dengan volume kecil, namun tidak berbahaya karena permukiman terdekat berjarak sekitar 46 km. Aktivitas gunung ini sudah terjadi sejak 2007 sampai saat ini,” imbuh Agus.
Sedangkan Gunung Semeru hingga saat ini masih dalam proses pembentukan kubah lava, namun kerap terjadi letusan kecil meski tidak berbahaya.
“Tapi akan sangat berbahaya bila ada manusia yang mendekat ke arah kawah,” imbuhnya.

Merapi Kembali Muntahkan Wedhus Gembel

Setelah sempat tenang sepanjang Kamis (28/10/2010), gunung Merapi kembali memuntahkan awan panas ke sisi selatan, Jumat (29/10/2010). Akibatnya, warga Dusun Sambungrejo, Kecamatan Balerante, Klaten, Jawa Tengah, panik, karena awan dengan suhu mencapai 800 derajat celcius itu mengarah ke desa mereka.

Seperti dikutip dari laman Detik.com, Jumat (29/10/2010), awan panas yang oleh penduduk setempat disebut wedhus gembel itu keluar dari kawah Merapi pada pukul 05.30 dan 06.10 WIB. Ketika pertama kali keluar, tidak terlalu besar, namun yang kedua lumayan besar. Awan berwarna gelap pekat dengan suhu mencapai 800 derajat celcius itu meluncur ke arah kali Gendol dan kali Woro yang berada di sisi selatan gunung, namun tidak sempat mencapai Dusun Sambungrejo yang memang sangat dekat dengan puncak Merapi, karena ketika luncuran awan panas itu mencapai jarak sekitar 2 km dari puncak Merapi, awan mematikan itu dihembus angin.
Namun demikian, begitu melihat gulungan wedhus gembel mengarah ke desanya, warga dusun itu langsung panik dan ketakutan. Mereka membunyikan kentongan sebagai tanda bahaya, dan terbirit-birit meninggalkan rumahnya masing-masing. Apalagi karena ketika Merapi memuntahkan awan panas, debu vulkanik masih terlihat menggantung di sebelah selatan lereng Merapi.
“Tadi juga sempat ada suara bergemuruh,” ujar petugas di pos pengamatan Kaliurang, Priyono.
Sebelumnya, Kamis (28/10/2010) pukul 19.54 WIB Merapi juga memuntahkan awan panas yang cukup besar dengan disertai munculnya lava pijar. Seperti halnya awan panas yang muncul Jumat (29/10/2010) pagi, awan piroklastik itu juga meluncur ke arah selatan gunung.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) , Surono, kepada Media Indonesia mengatakan, munculnya lava pijar menunjukkan erupsi khas Merapi, dan dia berharap aktivitas gunung itu segera menurun.
“Tapi hingga saat ini status Merapi masih awas,” tegasnya.
Setelah meletus pada Selasa (26/10/2010) pukul 17.02 WIB, gunung Merapi sempat tenang kembali. Namun dengan keluarnya kembali awan panas pada Kamis malam dan Jumat pagi, Kabid PVMBG Kementerian ESDM, I Gede Wayan Swastika, mengakui, kalau masih ada 2/3 sisa energi Merapi yang belum keluar.
“Tapi itu bukan berarti akan ada letusan besar. Letusan seperti itu terjadi kalau sisa energinya dikeluarkan sekaligus, tapi sepertinya Merapi akan mengeluarkan sisa energi itu sedikit demi sedikit hingga habis. Makin sering dikeluarkan, makin bagus, karena makin cepat selesai,” jelasnya.
Namun demikian Gede mengakui, ada kemungkinan sisa energi Merapi akan dikeluar dalam waktu bersamaan alias sekaligus.

27 Dusun di Mentawai Hancur Akibat Tsunami

Tsunami yang menghantam tiga kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, benar-benar menimbulkan kerusakan tak terperi. Data terakhir menyebutkan, dusun yang hancur akibat gelombang laut pembunuh itu mencapai 27 dusun, sementara jumlah korban tewas bertambah menjadi 364 orang, dan yang hilang masih 333 orang.

Seperti dikutip dari Media Indonesia, Jumat (29/10/2010), ke-27 dusun yang hancur itu berada di Kecamatan Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Pulau Sipora bagian selatan.
“Dari 27 dusun tersebut, tujuh di antaranya mengalami kerusakan paling parah. Namun demikian, ada dua dusun yang hancur, namun semua warganya selamat karena sempat mengungsi,” ungkap Bupati Kepulauan Mentawai Edison Sileleubaja.
Dusun yang hancur tersebut di antaranya Dusun Parouroubat, Maonai, Pasak Kuat, dan Munte. Banyaknya korban tewas yang hingga Kamis (28/10/2010) sore masih bergelimpangan dan belum dievakuasi, juga banyaknya korban yang masih hilang, membuat Kecamatan Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Pulau Sipora menguarkan bau busuk. Diduga korban yang hilang di antaranya ada yang tertimbun puing-puing bangunan, tertutup tanaman di ladang, dan semak belukar, namun karena kondisi medan yang sulit, jenazah-jenazah ini belum dapat ditemukan.
Sedikitnya 80 relawan membantu aparat TNI, Polri dan aparat pemerintah setempat untuk mengevakuasi mayat-mayat yang masih bergelimpangan, dan menemukan yang masih hilang. Namun banyaknya korban tewas dan hilang membuat mereka kewalahan. Apalagi lokasi bencana hanya dapat dijangkau melalui jalur laut, tak bisa melalui jalur darat.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Prijo Sidi Purnomo mengatakan, bau mayat tersebut berpotensi menimbulkan penyakit yang penyebarannya terjadi setelah proses pembusukan mayat berlangsung, atau minimal 24 jam sejak organ tubuh tidak lagi berfungsi.
“Penyakit yang paling mungkin berjangkit adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi. Penyebarannya yang paling umum melalui air,” katanya.
Selain itu, kuman-kuman dari jenazah dapat menimbulkan gas metana yang bercirikan bau tak sedap.
“Yang berbahaya, kalau di antara korban sebelumnya ada yang sakit, karena jenazahnya bisa menjadi sumber infeksi terbuka,” imbuh dia.

Gunung Merapi Masih Akan Meletus Lagi

Setelah meletus pada Selasa (26/10/2010) pukul 17.02, gunung Merapi kembali terlihat tenang, seperti anak kecil yang langsung tertidur setelah mengambek. Tapi jangan salah, gunung berapi teraktif di pulau Jawa ini tidak benar-benar sedang tidur kembali, melainkan justru sedang mengumpulkan energi untuk membuat letusan baru.

Seperti dikutip Media Indonesia, Kamis (28/10/2010), Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandrio, mengatakan, meski telah meletus, gunung setinggi 2.914 meter dari permukaan laut ini belum mengeluarkan magma. Bahkan lava kubah baru tidak terbentuk pascaletusan.
“Artinya, meski awan panas yang disebut warga sebagai wedus gembel telah keluar, namun bahaya erupsi (letusan) masih mengancam,” kata dia.
Hal senada diakui Kabid Gempa dan Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, I Gede Wayan Swantika. Kepada Detik.com, Wayan mengatakan; “Untuk sementara kondisi Merapi tenang. Saat ini tengah mengumpulkan energi, sehingga ada kemungkinan gunung itu akan meletus lagi.”
Hingga Kamis (28/10/2010)pagi, jumlah korban tewas akibat letusan Merapi mencapai 32 orang, termasuk kuncen gunung Merapi Mbah Marijan, redaktur VIVAnews.com Yuniawan Nugroho, dan adik Mbah Marijan, Udi Sutrisno, yang meninggal pada Kamis (28/10/2010) pukul 07.00 saat dalam perawatan dokter RS. Sardjito.
Selain korban tewas, puluhan orang juga masih dirawat di RS. Sardjito karena menderita luka bakar parah akibat terjangan wedus gembel saat berusaha menyelamatkan diri setelah Merapi meletus.
Celakanya, meski status Merapi masih ‘awas’, ratusan warga Desa Tlogolele, Jrakah, dan Klakah pada Rabu (27/10/2010) pagi telah kembali ke rumahnya masing-masing dengan alasan ingin bekerja di ladang dan menengok ternak yang tidak sempat dibawa ketika mengungsi. Padahal, meski ketika Merapi meletus aliran awan panasnya mengarah ke selatan dan menerjang Desa Kaliadem, Kinahrejo, Ngrangkah, dan Ngangkrik, tidak mengarah ke desa mereka, namun jarak antara desa mereka dengan puncak Merapi hanya sekitar 5 km. Jika Merapi meletus kembali, bukan mustahil mereka akan menjadi korban!
Menyikapi hal ini, Wakil Presiden Boediono meminta masyarakat mematuhi instruksi Pemerintah.
“Kalau ada suatu ketentuan atau perintah dari pemerintah, itu baik. Itu untuk keselamatan kita semua. Saya mohon dipatuhi, patuh kepada pamong dan pemerintah,” ujarnya saat meninjau lokasi pengungsian di Desa Keputren, kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X sendiri telah menetapkan status tanggap darurat selama dua pekan terkait letusan gunung Merapi. Dengan demikian, selama dua pekan masyarakat diminta untuk tetap tinggal di pengungsian.

Mbah Marijan Dimakamkan
Sementara itu, setelah jenazahnya ditemukan di dapur rumahnya pada Rabu (27/10/2010) dalam posisi bersujud, Kamis (28/10/2010) siang jenazah pria bernama asli Mas Panewu Surakso Hargo tersebut dimakamkan di TPU Dusun Srunen, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY. Tubuh kuncen gunung Merapi itu diistirahatkan di sisi barat makam kakeknya, Parto Setiko.
Selain Mbah Maridjan, di TPU yang sama juga dimakamkan jenazah lain, yakni Ngudi, adik ipar Mbah Marijan, Nurudi, anak Ngudi, dan dua bocah berusia 2,5 tahun bernama Mursiam dan Nurul. TPU Dusun Srunen berjarak sekitar 5 km dari Dusun Kinahrejo.
“Masyarakat lereng Merapi kehilangan sosok pengayom,” kata cucu Mbah Marijan, Ramidjo.
Sementara itu, jenazah redaktur VIVAnews, Yuniawan Nugroho, dimakamkan di kampung halamannya, Ambharawa.

Akibat Tsunami, Dua Dusun di Mentawai Hancur Total

Dua dusun di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat, hancur total akibat terjangan tsunami pasca gempa berkekuatan 7,2 pada skala Ritcher (SR) mengguncang Kabupaten Mentawai, Senin (25/10/2010) pukul 21.42 WIB. Dibutuhkan dana ratusan miliar rupiah untuk membangunnya kembali.

Seperti dikutip dari harian Media Indonesia, Kamis (28/10/2010), kedua dusun tersebut adalah Dusun Pasak Kuat dan Dusun Munte. Dusun Pasak Kuat kini bak kota mati karena selain tak sedikit warganya yang tewas dan hilang akibat diseret ombak tsunami, juga karena sebagian besar rumah penduduk hancur dan rata dengan tanah, sehingga warga yang selamat terpaksa ‘hijrah’ ke kamp-kamp pengungsian. Di Dusun Munte yang berada di Desa Batumonga, Kecamatan Pagai Utara, bahkan tak ada lagi rumah penduduk, karena semuanya hancur diterjang tsunami, dan puing-puingnya diceraiberaikan kemana-mana, termasuk diseret ke tengah laut.
Warga Dusun Pasak Kuat kepada Metro TV menuturkan, ketika tsunami menerjang, sampan-sampan yang ditambatkan di pantai terdorong ke permukiman dan menghantam rumah-rumah mereka hingga hancur dan semua perabot di dalamnya hilang diseret dan ditelan ombak tsunami.
Amran, salah seorang warga, bahkan mengaku, ketika tsunami menerjang, rumahnya terdorong dengan sangat kuat hingga tergeser ke tengah jalan yang berjarak sekitar 10 meter dari rumahnya, dan kemudian hancur, tak bisa ditempati lagi.
“Banyak dari kami yang hingga kini masih belum berani pulang karena takut ada tsunami lagi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Rabu (27/10/2010), Media Indonesia mencatat sedikitnya ada enam desa di tiga kecamatan dan satu pulau di Kabupaten Mentawai yang dihajar tsunami. Yakni Desa Malakopak dan Bulasat di Kecamatan Pagai Selatan; Desa Betumonga di Kecamatan Pagai Utara; Desa Pekako di Kecamatan Sikakap; dan Desa Beriulo serta Bosua di Pulau Sipora Selatan.
Pada Kamis (28/10/2010) pagi jumlah korban tewas maupun hilang akibat guncangan gempa dan terjangan tsunami ini, terus bertambah, karena di antara korban-korban yang sebelumnya dinyatakan hilang, jenazahnya telah ditemukan. Staf Khusus Presiden Bidang Penanganan Bencana dan Sosial, Andi Arief, dalam data yang dirilis melalui akun Twitter menyebut, korban tewas telah mencapai 311 orang, sedang yang masih hilang sebanyak 460 orang. Selain itu sebuah gedung SMP, empat rumah dinas, lima rumah ibadah, dan lima jembatan rusak parah. Sebagian para korban tewas telah dimakamkan secara masal, Rabu (27/10/2010).
Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hery Harjono kepada Media Indonesia sekali lagi menegaskan, kalau Mentawai masih menyimpan potensi gempa besar hingga berkekuatan 8,8 SR. Pasalnya, masih ada satu lagi titik di Kabupaten Mentawai yang belum pecah menjadi gempa. Titik ini berada di dearah Siberut-Pagai Utara.
“LIPI sudah memantau dan meneliti titik ini sejak lama, tapi kapan titik itu pecah, kami tak tahu. Karenanya masyarakat harus ekstra waspada,” katanya.
Diakui, titik yang belum pecah ini dalam keadaan mampat alias siap pecah. “Karenanya masyarakat harus bergerak cepat setiap kali merasakan gempa. Jangan tunggu peringatan tsunami,” imbuhnya.

« Older entries